Kamis, 20 Oktober 2016

Rhinitis Alergi (Hidung beringus/pilek)

Definisi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang sebelumnya sudah terpajan oleh alergen yang sama.

Patofisiologi Penyakit ini diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi ada dua fase yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat(RAFC) dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL). RAFC terjadi satu jam setelah terpapar allergen, sedangkan RAFL terjadi setelah 2-4 jam dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung satu sampai dua hari lamanya. 

Pada saat kontak pertama kali dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag ataumonosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap allergen yang ada di permkaan mukosa hidung. Setelah diproses antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II (Major Histo-compatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T Helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti IL-1 yang mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th-1 dan Th2. Th-2 akan menghasilkan berbagai macam sitokin seperti, IL-3, IL-4, IL-5, IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE akan menuju sirkulasi darah dan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basophil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan akan terjadi degranulasi mastosit dan basophil sehingga mediator kimianya terlepas. Mediator kimia yang dilepaskan adalah histamine, Newly Formed Mediators berupa prostaglandin D2, Leukotrien D4, Leukotrien C4, Bradikinin, Platelet Activating Factor, dan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF). 

Histamin akan merangsang reseptor H-1 pada ujung sarap vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga menyebabkan mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran ICAM 1. 

Pada RAFC sel mastosit jga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinophil dan neutrophil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja tetapi gejala gejala akan berlanjut mencapai puncaknya saat 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, neutrophil, basophil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor dan ICAM 1 pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosiniphilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosiniphilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini selain factor spesifik (allergen) , iritasi oleh factor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan udara yang tinggi.
Berdasarkan cara masuknya allergen, maka dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : 


  • Alergen inhalan adalah allergen yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur. 
  • Alergen Ingestan adalah allergen yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu, sapi, telur, cokelat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan. 
  • Alergen injektan adalah jenis allergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah 
  • Alergen kontaktan adalah jenis allergen yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik dan  perhiasan.Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari : 
    • Respon Primer. Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai di sini saja. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respons sekunder.
    • Respons Sekunder. Reaksi yang terjadi bersifat spesifik yang mempunyai 3 kemungkinan ialah system imunitas seluler atau humoral atau kedua-duanya di bangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, maka reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari system imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tertier. 
    • Respon Tertier. Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Klasifikasi
  • Rhinitis alergi musiman. Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi) 
  • Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul interniten atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah allergen inhalan, terutama pada orang dewasa  dan allergen ingestan.
Penatalaksanaan



  • Terapi paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya dan eliminasi. 
  • Medikamentosa. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (nonsedative). Contohnya loratadin, fexofenadi, setirisin, levosetiisin, desloratadin.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.