Sabtu, 28 Oktober 2017

Epilepsi

Epilepsi
Definisi Epilepsi :
Disebut sebagai epilepsy apabila terdapat bangkitan berulang pada seseorang dengan frekuensi lebih dari 2 kali dengan jarak antar bangkitan lebih dari 24 jam. Hal ini disebabkan oleh keluaran impuls/muatan listrik berlebih dalam sistem saraf pusat yang didahului oleh penyakit lain. Oleh karena itu, Epilepsi lebih pada gejala bukan suatu penyakit.




Ciri-ciri :
Dapat dikatakan epilepsy apabila :
  • Bangkitan yang terjadi bukan karena gangguan neurologik akut melainkan gangguan/penyakit yang bersifat kronis.
  • Bangkitan yang terjadi dapat disertai dengan/atau tanpa hilangnya kesadaran.
  • Berlangsung secara mendadak atau sementara.
  • Merupakan manifest dari suatu penyakit/gangguan tertentu.


 Etiologi :
  • Idiopatik. Kemungkinan pada genetik
  • Kriptogenik. Diperentarai oleh faktor penyebab yang belum bisa ditentukan
  • Simptomatik. Kelainan pada otak. Kelainan congenital


 Jenis-jenis Epilepsi berdasarkan ILAE 1981:
  • Epilepsi Mioklonik. Adalah suatu epilepsy yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
    • Kesadaran pasien tetap.
    • Bersifat fokal. Seperti ketika kita memegang bullpen dan tiba-tiba tangan kita tersentak dengan sendirinya/kejang dan bullpen tersebut terlempar.
    • Berlangsung cepat.
    • Bersifat single/multiple
  • Epilepsi Absence/Lena/petit mal. Adalah suatu epilepsy yang memiliki ciri-ciri sebgai berikut :
    • Absence. Keadaan bingung dalam sekejap (bengong), tidak melakukan aktivitas apapun dalam sekejap. Hal ini terjadi karena lonjakan impuls yang terlalu tinggi pada sistem saraf pusat.
    • Terdapat gangguan kesadaran. Gangguan kesadaran terjadi secara cepat dan sekejap.
    • Setelah absence penderita kembali melakukan aktivitas seperti biasa tanpa perasaan bingung.
    • Disertai dengan gelombang EEG spikewave
  • Epilepsi Atonik.
    • Kehilangan kontraksi secara menyeluruh pada otot postural. Hal ini diakibatkan karena munculnya impuls/aktivitas listrik yang berlebih pada bagian otak yang menghambat gerakan/konstraksi otot.
    • Tidak disertai kehilangan kesadaran. Dalam keadaan terserang, si penderita tetap sadar bahwa dirinya mengalami lemas seluruh badan secara mendadak dan tau bahwa dia tidak cukup kuat untuk berdiri.
    • Dapat terjadi drophead, yang memungkinkan orang tersebut untuk mengalami cidera berat di kepala kemudian meninggal. Dalam keadaan terserang tersebut, penderita tidak dapat mempertahankan postur sehingga jatuh dan berakibat pada cedera termasuk cidera kepala.
  • Kejang Tonik. Adalah kejang yang disertai dengan ciri-ciri :
    • Terjadi kekakuan anggota tubuh/anggota gerak. Saat terjadi serangan, pasien mengalami kekakuan yang menyeluruh pada otot, termasuk otot pernafasan.
    • Timbulnya kebingungan setelah serangan. Penderita mengalami kebingungan setelah mengalami kejang
    • Mata melirik keatas atau menghadap pada satu sisi.
    • Berlangsung sekitar 30 detik.
  • Kejang klonik. Adalah kejang yang disertai dengan :
    • Terdapat gerakan ritmis. Muncul gerakan yang berulang-ulang dan memiliki pola.
    • Terdapat fase istirahat – gerak. Diantara gerakan terus-menerus didapatkan fase istirahat yang berpola/teratur. Hal ini berkaitan dengan jumlah aktivitas listrik yang menaik kemudian menurun begitu seterusnya hingga menimbulkan pola.
  • Kejang Tonik-Klonik/ Grand mal. Adalah kejang yang disertai dengan fase kaku diikuti fase gerakan berulang (klonik) dan kedua fase tersebut memiliki pola. Dicirikan sebagai berikut :
    • Diawali dengan fase tonik. Penderita mengalami kondisi kaku selama 30 detik
    • Dilanjutkan dengan fase klonik. Setelah mengalami kekakuan, penderita mengalami kejang klojotan (gerakan terus-menerus) selama 30-60 detik, dapat disertai dengan mengompol dan mulut berbusa.
    • Setelah dua fase ini selesai pasien mengalami gangguan kesadaran, bingung, dan akhirnya tertidur.
    • Gelombang EEG menunjukkan adanya multiplewave.
Patofisiologi Epilepsi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, danmenguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
  • Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
  • Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
  • Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
  • Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
  • Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.


Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda
(lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi.

Pemeriksaan Penunjang
   Rekaman electro-encephalogram (EEG) pada saat terjadinya epilepsy memberikan informasi yang cukup untuk menegakkan serangan epilepsy pada pasien termasuk menentukan jenis epilepsy tersebut. Dari EEG, kita dapat melihat arus/aktivitas listrik otak yang digambarkan sebagai gelombang dalam EEG. Apabila terdapat gelombang EEG yang abnormal pada kejang post traumatis seperti cidera kepala. Diagnosis untuk epilepsy diragukan, karena epilepsy sendiri terjadi karena proses kronik bukan oleh karena defisit neurologik akut. Gambaran yang dapat dinilai dari EEG :
  • Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
  • Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta.
  • Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).

Penatalaksanaan Epilepsi
Panduan terapi farmakoterapi  :
  • Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
  • Terapi dimulai dengan monoterapi
  • Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
  • Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
  • Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.


Pilihan obaat yang dapat digunakan :
  • Karbamazepin: Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.
  • Fenitoin:  Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen
  • Fenobarbital: Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.
  • Valporat: Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium.
  • Levetiracetam: Tidak diketahui
  • Gabapetin:  Modulasi kalsium channel tipe N
  •  Lamotrigin: Blok konduktan natrium yang voltage dependent
  • Okskarbazepin:  Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas chanel.
  • Topiramat:  Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABA.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.